1. Definisi
al-Qardh
Secara umum
pinjaman merupakan pengalihan hak milik harta atas harta. dimana pengalihan
tersebut merupakan kaidah dari Qardh.
A.Pengertian
Pinjaman Menurut Bahasa Arab
Qardh secara bahasa, bermakna Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang
disodorkan kepada orang yang berhutang disebut Qardh, karena merupakan potongan
dari harta orang yang memberikan hutang. Kemudian kata itu digunakan sebagai
bahasa kiasan dalam keseharian yang berarti pinjam meminjam antar sesama. Salah
seorang penyair berkata,“Sesungguhnya orang kaya bersaudara dengan orang kaya,
kemudian mereka saling meminjamkan, sedangkan orang miskin tidak memiliki
saudara”
B.
Pengertian Pinjaman Menurut Hukum Syara’
Secara
syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh:
1. Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah
1. Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah
apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain kemudian
dikembalikan dalam
kepunyaannya dalam baik hati.
2. Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang berharga
2. Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang berharga
untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal.
3. Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan
3. Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan
memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai dengan padanannya.
4. Menurut Madzhab Syafi’i Qardh adalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang,
4. Menurut Madzhab Syafi’i Qardh adalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang,
disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.
C. Definisi
lain
Menurut
Syafi’i Antonio (1999), qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharap imbalan. Menurut Bank Indonesia (1999), qardh adalah akad pinjaman
dari bank (muqridh) kepada pihak tertentu (muqtaridh) yang wajib dikembalikan
dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
2. Aspek
Syariah Al-Qardh
Transaksi
qardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadits riwayat ibnu majjah dan
ijma ulama.Sungguhpun demikian ,Allah SWT mengajarjkan kepada kita agar
meminjamkan sesuatu bagi “agama Allah”.
a. Al-Qur’an
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya
a. Al-Qur’an
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya
di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya
dengan lipat ganda
yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah
kamu
dikembalikan.(Al-Baqarah : 245)
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(Al-Maidah : 2)
Yang menjadi
landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru untuk “meminjamkan kepada
Allah”,artinya untuk membelanjakan harta di jalan Allah.
Selaras
dengan memeinjamkan kepada Allah,kita juga diseru untuk “meminjamkan kepada
sesama manusia”.Sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat.
b. As-Sunnah
Dari Anas ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
“Pada malam peristiwa Isra’ aku melihat di pintu surga tertulis ’shadaqoh (akan diganti) dengan 10
Dari Anas ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
“Pada malam peristiwa Isra’ aku melihat di pintu surga tertulis ’shadaqoh (akan diganti) dengan 10
kali lipat, sedangkan Qardh dengan 18 kali lipat, aku berkata : “Wahai jibril,
mengapa Qardh lebih
utama dari shadaqoh?’ ia menjawab “karena ketika meminta, peminta tersebut
memiliki sesuatu,
sementara ketika berutang, orang tersebut tidak berutang kecuali karena
kebutuhan”.
(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abas bin Malik ra, Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan hadits
(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abas bin Malik ra, Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan hadits
serupa dari Abu Umamah ra).
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi saw berkata,”Bukan seorang muslim (mereka)ang
meminjamkan muslim(lainya)dua kali lipat kecuali yang satunya adalah
(senilai)sedekah”(HR Ibnu
Majah,Ibnu Hibban dan Baihaqi).
c. Ijma’
Secara ijma’ juga Para ulama menyatakan bahwa Qardh diperbolehkan.
Qardh bersifat mandub (dianjurkan) bagi muqridh (orang yang mengutangi) dan mubah bagi
Secara ijma’ juga Para ulama menyatakan bahwa Qardh diperbolehkan.
Qardh bersifat mandub (dianjurkan) bagi muqridh (orang yang mengutangi) dan mubah bagi
muqtaridh (orang yang berutang) kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia
yang tidak bisa
hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya.Tidak ada sesoranga pun yang
memiliki segala
barangyang ia butuhkan.Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu
bagian dari
kehidupan di dunia ini.Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap
kebutuhan
umatnya.
3. Aplikasi
dalam Perbankan
Akad qard
biasanya diterapkan sebagai berikut:
a. Sebagai
produk perlengkapan kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan
bonafiditasnya,yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang rlatif
pendek.Nasabah
tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
b. Sbagai
fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat,sedangkan ia tidak bisa menarik
dananya
karena,misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
c. Sebagai
produk untuk menyumbang usaha yang sangat kcil atau memebayar sektor sosial.Guna
pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh
Al-hasan
Hal yang
diperbolehkan pada Qardh
Madzhab Hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak meyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur. Tidak diperbolehkan melakukan qardh atas harta yang tidak memiliki kesepadanan, baik yang bernilai seperti binatang, kayu dan agrarian, dan harta biji-bijian yang memiliki perbedaan menyolok, karena tidak mungkin mengembalikan dengan semisalnya.
Madzhab Hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak meyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur. Tidak diperbolehkan melakukan qardh atas harta yang tidak memiliki kesepadanan, baik yang bernilai seperti binatang, kayu dan agrarian, dan harta biji-bijian yang memiliki perbedaan menyolok, karena tidak mungkin mengembalikan dengan semisalnya.
Madzhab
Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang
bisa diperjualbelikan objek salam, baik ditakar, atau ditimbang, seperti emas,
perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang
dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta, biji-bijian.
4. Hukum
Qardh
Hak kepemilikan dalam Qardh menurut Abu Hanifah dan Muhammad – berlaku melalui Qabdh (penyerahan).Jika seseorang berhutang satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh, maka ia berhak menggunakan dan mengembalikan dengan semisalnya meskipun muqridh meminta pengembalian gandum itu sendiri, karena gandum itu bukan lagi miliki muqridh. Yang menjadi tanggung jawab muqtaridh adalah gandum yang semisalnya dan bukan gandum yang telah diutangnya, meskipun Qardh itu berlangsung.
Hak kepemilikan dalam Qardh menurut Abu Hanifah dan Muhammad – berlaku melalui Qabdh (penyerahan).Jika seseorang berhutang satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh, maka ia berhak menggunakan dan mengembalikan dengan semisalnya meskipun muqridh meminta pengembalian gandum itu sendiri, karena gandum itu bukan lagi miliki muqridh. Yang menjadi tanggung jawab muqtaridh adalah gandum yang semisalnya dan bukan gandum yang telah diutangnya, meskipun Qardh itu berlangsung.
Abu yusuf berkata : muqtaridh tidak memiliki
harta yang menjadi objek Qardh selama Qardh itu berlangsung.
Mazhab hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada
harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak
menyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang
memiliki ukuran serupa seperti kelapa dan telur, dan yang diukur, seperti kain
bahan. Di perbolehkan juga meng-qardh roti, baik dengan timbangan atau biji.
Mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bias dijualbelikan obyek salam, baik itu ditakar, ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta biji-bijian, karena pada riwayat Abu Rafi’ disebutkan bahwa Rasulullah SAW berutang unta berusia masih muda, padahal untuk bukanlah harta yang ditakar atau ditimbang, dan karena yang menjadi obyek salam dapat di hakmiliki dengan jual beli dan ditentukan dengan pensifatan. Maka bisa menjadi obeyek qardh. Sebagaimana harta yang ditakar dan ditimbang.
Dari sini, menurut jumhur ahli fiqih, diperbolehkan melakukan qardh atas semua benda yang boleh diperjualbelikan kecuali manusia, dan tidak dibenarkan melakukan qardh atas manfaat/jasa, berbeda dengan pendapat Ibnu Taimiyah, seperti membantu memanen sehari dengan imbalan ia akan dibantu memenen sehari, atau menempoati rumah orang lain dengan imbalan orang tersebut menempati rumahnya.
Mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bias dijualbelikan obyek salam, baik itu ditakar, ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta biji-bijian, karena pada riwayat Abu Rafi’ disebutkan bahwa Rasulullah SAW berutang unta berusia masih muda, padahal untuk bukanlah harta yang ditakar atau ditimbang, dan karena yang menjadi obyek salam dapat di hakmiliki dengan jual beli dan ditentukan dengan pensifatan. Maka bisa menjadi obeyek qardh. Sebagaimana harta yang ditakar dan ditimbang.
Dari sini, menurut jumhur ahli fiqih, diperbolehkan melakukan qardh atas semua benda yang boleh diperjualbelikan kecuali manusia, dan tidak dibenarkan melakukan qardh atas manfaat/jasa, berbeda dengan pendapat Ibnu Taimiyah, seperti membantu memanen sehari dengan imbalan ia akan dibantu memenen sehari, atau menempoati rumah orang lain dengan imbalan orang tersebut menempati rumahnya.
5. Manfaat
al-qardh
a.
Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat
talangan jangka
pendek.
b. Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri syariah dan bank konvensional yang didalamnya
b. Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri syariah dan bank konvensional yang didalamnya
terkandungØpembeda antara bank misi social, disamping misi komersial.
c. Adanya misi kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan
c. Adanya misi kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan
loyalitasmasyarakatkepadabanksyariah.
d. Risiko al-qardh terhitung tinggi karena ia di anggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan
d. Risiko al-qardh terhitung tinggi karena ia di anggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan
jaminan.
Dilihat dari
definisi diatas, maka pinjaman dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
pinjaman seorang hamba untuk Tuhan-Nya dan pinjaman seorang muslim untuk
saudaranya.
a. Pinjaman
seorang hamba untuk Tuhan-Nya
Yaitu apa yang diberikan oleh seorang muslim untuk membantu saudaranya tanpa
mengharap
kembalinya barang tersebut karena semata-mata untuk mengharapkan balasan di
akhirat nanti.
Hal ini mencakup infaq untuk berjihad, infaq untuk anak-anak yatim, infaq untuk
orang-orang
jompo, dan infaq untuk orang-orang miskin. Jenis ini telah disebutkan di dalam
Al-Qur’an dengan
kata ‘al-qardh’, sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT “Dan berperanglah
kamu sekalian
di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
(Q.S Al-Baqarah : 244)
(Q.S Al-Baqarah : 244)
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya
di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya
dengan lipat ganda
yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah
kamu
dikembalikan.”(Q.S Al-Baqarah : 245)
Sebagaimana
yang kita lihat ayat diatas, jelaslah bahwa pinjaman yang dimaksud disini
berbeda
dengan apa yang sering kita lihat didalam kehidupan bermasyarakat, yang mana
seseorang meminjam dari temannya karena didorong oleh adanya suatu kebutuhan.
Karena pinjaman yang dimaksud dalam ayat ini sebagaimana yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT.
b. Pinjaman
seorang hamba untuk saudaranya
Para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikan masalah ini.Madzhab Abu Hanifah
berkata, “Pinjaman yang diperbolehkan adalah sesuatu yang mempunyai persamaan
yang mungkin dapat digantikan dengan sesuatu yang seruoa, akan tetapi
menyangkut barang-barang bernilai seperti hewan, property, kayu bakar dan
segala sesuatu yang tidak mungkin ditemukan barang yang serupa dan persis
dengannya waktu pengembalian barang pinjaman tersebut, maka tidak boleh
dipinjamkan. Karena menurut golongan ini, bahwa pinjam meminjam dengan sesuatu
yang tidak dapat digantikan dengan yang serupa tidak diperbolehkan.
Madzhab Imam
Malik menambahkan
definisi ini dengan beberapa point berikut :
• Hendaklah
barang yang dipinjamkan mempunyai nilai jual, dengan begitu tidak dibenarkan
meminjamkan sepotong api.
• Orang yang meminjam harus mengembalikan barang pinjamannya.
• Pengembalian pinjaman hendaklah diberikan sesudah menerima pinjamannya.
• Hendaklah orang yang memberikan pinjaman tersebut berniat untuk memberikan manfaat kepada
• Orang yang meminjam harus mengembalikan barang pinjamannya.
• Pengembalian pinjaman hendaklah diberikan sesudah menerima pinjamannya.
• Hendaklah orang yang memberikan pinjaman tersebut berniat untuk memberikan manfaat kepada
orang yang meminjam saja, dan tidak berniat untuk mendapatkan keuntungan
pribadi maupun
untuk mendapatkan keuntungan bersama.
• Tidak boleh meminjamkan alat fital seorang sahaya perempuan kepada seseorang untuk
• Tidak boleh meminjamkan alat fital seorang sahaya perempuan kepada seseorang untuk
dimanfaatkan
• Hendaklah orang yang meminjam sesuatu harus menjamin bahwa ia akan mengembalikan
• Hendaklah orang yang meminjam sesuatu harus menjamin bahwa ia akan mengembalikan
pinjamannya, sehingga dalam hal ini masjid dan madrasah tidak bisa dipinjamkan.
Setelah kita
memberikan pinjaman kepada seseorang (saudaranya), hendaklah pinjaman tersebut
mengandung unsur kebaikan, begitu juga apabila pinjaman tersebut telah jatuh
tempo.
Ber-ihsan
dalam menagih hutang (Qardh), adakalanya dilakukan dengan menganggapnya lunas,
semua maupun sebagiannya, atau dengan mengundurkan waktu pembayaran tersebut
yang telah jatuh tempo, ataupun dengan mengurangi pelbagai persyaratan
pembayaran yang telah memberatkan. Semua itu sangat dianjurkan, Sebagaimana
dalam Sabda Nabi SAW :
“Rahmat
Allah tercurah atas siapa-siapa yang’mudah’ dalam membeli, ‘mudah’ dalam
menjual, ‘mudah dalam membayar dan ‘mudah’ dalam menagih”
Rasulullah SAW, juga pernah menyebutkan tentang seorang laki-laki yang masa lalunya penuh dengan perbuatan dosa, yang ketika dihisab, ternyata tidak memiliki cacatan amal kebaikan yang pernah ia lakukan.
Rasulullah SAW, juga pernah menyebutkan tentang seorang laki-laki yang masa lalunya penuh dengan perbuatan dosa, yang ketika dihisab, ternyata tidak memiliki cacatan amal kebaikan yang pernah ia lakukan.
Maka
ditanyakan kepadanya, “Apakah anda tidak pernah melakukan kebaikan apapun ?
“Tidak, “jawabnya. “Tetapi saya dahulu adalah seorang pemberi hutang, dan
senantiasa mengingatkan kepada para pegawai saya : ‘Perlakukanlah yang mampu
diantara para penghutang dengan perlakuan yang baik, dan undurkanlah waktu
pembayaran bagi yang dalam kesusahan’. (Dalam versi lain : ‘….dan maafkanlah
(yakni anggaplah hutangnya lunas) bagi yang dalam kesusahan’). Lalu Allah SWT
pun menghapus dosa-dosanya dan mengampuninya.
Seandainya
semua masyarakat mengetahui hal demikian, tidak akan terjadi hal-hal yang dapat
mengakibatkan seseorang (pemilik harta) berbuat zhalim kepada orang yang
membutuhkan bantuan. Apalagi ditengah kondisi krisis sekarang ini. Dimana, kita
sebagai orang yang memiliki kelebihan harta hendaklah menolong saudara-saudara
kita yang telah dilanda kesusahan dengan memberikan bantuan berupa pinjaman
yang ihsan, bahkan tidak sekadar itu dapat memberikan Qardhul Hasan
(menginfakkan, mensedeqahkan sebagaian hartanya tanpa mengaharapkan imbalan
seperserpun tetapi hanya mengharap ridha Allah SWT). Tetapi kalau hanya memikirkan
kehidupan duniawi manusia takluput akan kerakusan harta, yang diingat hanyalah
berapa besar kelebihan dari kembalian harta yang telah dipinjamkan.
Pinjaman
Berbunga
Bahwa
pinjaman yang berbunga adalah haram berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, ijma’.
Keharaman itu meliputi segala macam bunga yang dijadikan syarat oleh orang yang
memberi pinjaman kepada si peminjam. Karena tujuan dari pemberi pinjaman adalah
mengasihi si peminjam dan menolongnya. Tujuannya bukan mencari kompensasi atau
keuntungan. Oleh sebab itu, pinjaman semacam itu diserupakan dengan bantuan
keuangan. Seolah-olah orang yang meminjamkan uang itu, mengambil kembali uang
tersebut. Namun, yang diambil kembali bukan uang yang dipinjamkan, tetapi
senilai dengan uang tersebut. Berarti derajatnya sama dengan orang yang
meminjami fasilitas uangnya kemudian mengambil kembali uangnya. Dengan dasar
itu, berarti pinjaman berbunga yang diterapkan oleh bank-bank maupun rentenir
dimasa sekarang ini jelas-jelas merupakan riba yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
sehingga bisa terkena ancaman keras baik didunia maupun diakhirat dari Allah
SWT.
Jenis-jenis pinjaman yang mengandung riba
Jenis-jenis pinjaman yang mengandung riba
1. Pinjaman
Konsumtif
Pinjaman-pinjaman
semacam ini dilakukan oleh orang-orang yang mengalami kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan pribadinya. Pinjaman jenis ini amat biasa di kalangan orang-orang
miskin dan menengah, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang, seperti
terjadi di Indonesia sejak dilanda krisis multidimensi salah satu diantara
krisis moneter, dimana terjadi kenaikan pada semua harga barang, akibatnya
masyarakat kesusahan untuk membutuhkan barang tersebut karena nilai mata uang
yang menurun disamping itu juga pendapatan masyarakat yang cenderung tidak
meningkat. Sebagian besar orang mengambil pinjaman ini untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Oleh karena itu, sebagian besar dari pendapatan mereka diambil
alih oleh pemilik modal dalam bentuk bunga. Jutaan manusia di negara-negara
yang sedang berkembang menggunakan seluruh hidupnya untuk membayar utang yang diwariskan
kepada mereka. Upah dan gaji mereka sangat rendah sehingga setelah membayar
bunga, sangat sedikit yang tersisa untuk menjadikan mereka mampu mendapatkan
satu dua piring makanan setiap hari.
Pembayaran
angsuran bunga yang berat secara terus menerus ini telah merendahkan standard
kehidupan dan pendidikan anak-anak mereka. Disamping itu, kecemasan yang terus
menerus rupanya mempengaruhi efisiensi kerja mereka yang pada akhirnya akan
memperlemah perekenomian negara mereka.
Selanjutnya,
pembayaran bunga telah mengurangi (menurunkan) daya beli di kalangan mereka.
Oleh karena itu, industri yang memenuhi permintaan golongan miskin dan menengah
akan memperoleh kesan akan rendahnya permintaan pada kalangan tersebut. Dan
secara berangsur-angsur tetapi dengan pasti, hal ini akan menurunkan
pembangunan industri serta menghambat kemajuan masyarakat.
1. Pinjaman Produktif
1. Pinjaman Produktif
Pinjaman ini
dilakukan oleh para pedagang, industrialis dan para petani untuk tujuan-tujuan
yang produktif termasuk dalam kategori peminjam jenis ini. Kapitalis, dengan
malapraktek mereka, telah menimbulkan banyak kesengsaraan dengan memungut bunga
dari para peminjam, begitu juga terhadap masyarakat.
6. Aplikasi
Qardh
Pinjaman
qardh biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman
talangan pada saat nasabah mengalami overdraft. Fasilitas ini dapat merupakan
bagian dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah bertransaksi.
Aplikasi qardh dalam perbankan ada empat hal:
a.Sebagai
pinjaman talangan haji
b.Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah
c.Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil
d Sebagai pinjaman kepada pengurus bank
b.Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah
c.Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil
d Sebagai pinjaman kepada pengurus bank
Rukun dan
Syarat
1. Rukun :
- Muqridh (pemilik barang)
- Muqtaridh (yang mendapat barang atau peminjam)
- Ijab qobul
- Qardh (barang yang dipinjamkan)
1. Rukun :
- Muqridh (pemilik barang)
- Muqtaridh (yang mendapat barang atau peminjam)
- Ijab qobul
- Qardh (barang yang dipinjamkan)
2. Syarat
sah qardh :
- Qardh atau barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak sah jika tidak ada
- Qardh atau barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak sah jika tidak ada
kemungkinan pemanfaatan karena qardh adalah akad terhadap harta.
- Akad qardh tidak dapat terlaksana kecuali dengan ijab dan qobul seperti halnya dalam jual beli.
- Akad qardh tidak dapat terlaksana kecuali dengan ijab dan qobul seperti halnya dalam jual beli.
3. Sumber
dana
Sifat qardh
tidak memberikan keuntungan finansial. Karena itu, pendanaan qardh dapat
diambil menurut kategori berikut:
a. Al-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan social, dapat
a. Al-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan social, dapat
bersumber dari dana zakat, infaq, dan sedekah.
b. Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka
b. Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka
pendek. Talangan dana di atas dapat diambilakan dari modal bank.
Fatwa Dewan
Syariah Nasional tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah
Di antara
keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional No.
29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah
adalah sebagai berikut:
-
Dalam pengurusan haji bagi nasabah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat
memperoleh
imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI
no. 9/DSN-
MUI/IV/2000.
-
Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan
al-Qardh yang
diberikan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah.
- Apabila
diperlukan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat membantu menalangi pembayaran
BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai dengan Fatwa DSN-MUI
nomor
19/DSN-MUI/IV/2001.[1][3]
Keputusan
fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional ini didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
-
Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat
adalah
pengurusan haji dan talangan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
-
Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut
dalam
berbagai produknya.
-
Agar pelaksanaan transaksi tersebut sesuai dengan prinsip syari’ah, maka Dewan
Syariah
Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang pengurusan dan pembiayaan
haji oleh
Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) untuk dijadikan pedoman.[1][4]
Berdasarkan
pertimbangan di atas itulah, Dewan Syariah Nasional memberikan ketetapan hukum
boleh melakukan ibadah haji dengan bantuan talangan dari pihak Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS), dengan syarat ia harus mampu melunasinya dalam waktu yang telah
disepakati.
Bahkan
pendapat yang paling ketat mensyaratkan pihak peminjam harus melunasinya
sebelum pemberangkatan haji, sebab kalau tidak demikian berarti ia termasuk
orang yang tidak diwajibkan menunaikannya karena belum cukup syarat
(mampu).
Telaah
terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Pembiayaan Pengurusan Haji
Lembaga Keuangan Syariah
Sistem
keuangan dan perbankan Islam hadir untuk memberikan berbagai jasa keuangan yang
dapat diterima secara religius kepada komunitas-komunitas muslim.[1][5] Dapat
diterima secara religius artinya tujuan dari sirkulasi keuangan itu sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam dan tidak mengandung unsur riba dan pemerasan.
Jadi, aspek utama yang ditekankan di sini adalah kesejahteraan sosial yang
dilihat dari apakah aktivitas tersebut menambahkegunaan (masalih) atau tidak
(mafasid).[1][6]
Bila
dikaitkan dengan jasa yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) untuk
menalangi pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) cukup jelas bahwa
kegiatan tersebut sangatlah membantu kemudahan masyarakat yang ingin
menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yakni melakukan ibadah haji, meski
biaya yang mereka butuhkan belum tersedia secara memadai. Menurut penyusun,
faktor inilah yang menjadi pertimbangan Dewan Syariah Nasional mengeluarkan
fatwa mengenai kebolehan menalanginya bagi Lembaga Keuangan Masyarakat.
Bila
ditelaah melalui perspektif ushul fiqh, sikap yang diambil oleh Dewan Syariah
Nasional didasarkan para prinsip li al-maslahah al-mursalah. Namun yang perlu
ditekankan di sini adalah bahwa orang tersebut tetap berada dalam koridor
istitha’ (sanggup atau mampu) untuk melunasinya dalam waktu yang disepakati,
karena bila ia hanya mengandalkan keinginan semata tanpa disertai kesanggupan
untuk melunasi berarti ia telah memaksakan diri (bukan berdasar keikhlasan)
padahal yang namanya ibadah harus dilaksanakan secara ikhlas dan sesuai
kesanggupannya.
Berkaitan
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai hukum penalangan tersebut apakah
masuk dalam hukum ijarah (menyewa) ataukah qardh (meminjam), maka di bawah ini
perlu didefinisikan kembali kedua istilah tersebut.
a.
Al-ijarah (operational lease) adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau
jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah)
atas barang itu sendiri.[1][7]
b.
Al-Qardh (soft and benevolent loan) adalah pemberian harta kepada orang lain
yang dapat
ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan.
Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategrikan dalam ‘aqd tathawwu’i atau
akad saling
membantu dan bukan transaksi komersial.[1][8]
Dari kedua
definisi di atas dapat diketahui bahwa jasa yang diberikan oleh Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS) untuk menalangi pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH) kurang tepat bila digunakan istilah al-Qardh (meminjamkan), karena dalam
Islam, pinjam meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya bila
seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan
tambahan atas jasa pokok pinjamannya. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw
yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba,
sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu, dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah pinjaman tidak disebut kredit, tapi pembiayaan (financing).
Dalam kasus
ini, bila nasabah datang Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dan ingin meminjam
uang untuk keperluan naik haji karena biaya yang tersedia tidak cukup, maka ia
harus melakukan akad ijarah (sewa) dan bukan akad qardh (meminjam). Karena jika
LKS memberikan pinjaman kepada nasabah atas nama akad qardh untuk membantu
menalangi pembiayaan haji, maka LKS tidak boleh mengambil keuntungan dari
pinjaman itu.
7.Al-Qardhul
hasan
Allah swt
berfirman: dalam al-Baqarah ayat 245 : Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.
Secara umum,
Qardh Hasan diartikan sebagai infak di jalan Allah, di dalam jihad dan
peperangan demi menegakkan kebenaran dan bersedekah kepada para fakir miskin
dan orang-orang yang membutuhkan. Ada juga yang mengatakan: Qardh Hasan itu
adalah amal shaleh muthlaqon yang mana dia adalah bentuk transaksi
pinjaman yang benar-benar bersih dari tambahan/bunga.
Pengertian “al-hasan”
disini adalah ketika seorang muslim meminjamkan atau menginfakkan sesuatu yang
ada pada dirinya hendaklah dia mengeluarkan sesuatu yang elok tanpa cela. Maka
Qardh hasan itu pada dasarnya adalah sedekah yaitu pekerjaan yang mulia dengan
mengharapkan keredhoan Allah semata.KESIMPULAN
Dari uraian
makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa bank syariah memiliki keunggulan atau
nilai lebih dibandingkan dengan bank konvensional dari segi pembiayaan, karena
dalam bank syari’ah memiliki berbagai macam bentuk pembiayaan yang meudahkan
bagi para nasabah dalam segi pembiayaan. Bank syariah juga memiliki keuntungan
yang lebih dibandingkan dengan bank konvensional, karena produknya dijamin
halal.
DAFTAR
PUSTAKA
- Antonio Syafi’I. Bank Syariah:
Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001
- www.google.com/wiipedia
- Antonio Syafi’I. Bank Syariah,
PT Ekonisia, Yogyakarta; 2006
- Zuhaili Wahbah, Dr, Fiqh
Muamalah Perbankan Syari’ah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar