Penyebaran aliran Syiah di Indonesia lumayan cepat.
Pengikut Syiah diperkirakan sudah mencapai tiga juta orang. Padahal Syiah
merupakan aliran yang bertentangan dengan Ahlussunnah tidak hanya dalam
persoalan syariat, tapi juga akidah. Berikut wawancara Ahmad Dairobi dari
Buletin Sidogiri dengan Hadratussyekh
KH. A. Nawawi Abd. Djalil, Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri.
Baru-baru ini, konflik Sunni-Syiah sempat mencuat di
Jawa Timur, terutama di Pasuruan dan Bondowoso. Sebetulnya di mana letak
sesungguhnya perbedaan Sunni-Syiah itu?
Syiah itu adalah aliran yang bertentangan dengan
Ahlussunnah wal Jamaah, bahkan Syiah itu lebih jauh daripada Wahabi. Perbedaan
dengan Muhammadiyah kan hanya sekedar hukum-hukum syar’i, seperti tahlil
dan lain sebagainya. Tapi kalau perbedaan syiah ini sangat tajam. Hadits yang
dibuat pegangan oleh Ahlussunnah tidak mereka pakai. Mereka punya Hadits
sendiri. Orang Syiah tidak mau kepada Hadits-hadits dalam Shahih Bukhari,
Muslim, Sunan Abi Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban. Dan, al-Qur’an yang ada sekarang
ini menurut mereka masih kurang. Al-Qur’an kata mereka lebih banyak dari itu.
Jadi, soal kitab dan rujukan saja antara Syiah dan
Ahlussunnah sudah lain. Kalau Muhammadiyah atau Wahabi al-Qur’an-Haditsnya sama
dengan kita. Hanya masalah pengelolaannya yang berbeda.
Secara akidah, Syiah apa tergolong ahli bid’ah atau
tergolong kafir?
Kalau secara global, tidak kafir. Tapi, kalau secara
perinci sepertinya sudah bukan Islam. Rasulullah menyatakan bahwa Islam itu
terpecah menjadi 73 tiga golongan, dan hanya satu yang selamat. Lainnya di
neraka. Yang selamat adalah golongan yang keyakinan dan kelakuannya mengikuti
Rasulullah r dan para shahabat. Itulah Ahlussunnah.
Di antara golongan yang sangat tajam perbedaannya
dengan Ahlussunnah adalah golongan Syiah. Mereka tidak mengakui al-Qur’an,
tidak mengakui Hadits-hadits Rasulullah saw.
Jika dilihat bahwa mereka tidak mengakui keabsahan
al-Qur’an yang dibaca Muslimin sekarang, apa secara fikih tidak murtad?
Kalau soal itu kan sudah maklum. Tapi, saya tidak
berani menyatakan kafir begitu. Mereka masih umat Rasulullah Muhammad saw.
Tapi, kalau dilihat secara tafshîl (detail dari berbagai paham mereka, red),
sepertinya memang sudah di luar Islam.
Pada tahun 1984, Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya
mengingatkan agar umat Islam waspada dan berhati-hati terhadap Syiah. Tidak
menfatwakan bahwa Syiah itu sesat. Sebetulnya bagaimana langkah MUI ini?
Ya maksudnya jangan sampai ikut Syiah. Kita harus
berhati-hati. Itu suatu peringatan jangan sampai ikut-ikut Syiah. Tapi, Syiah
itu sebetulnya juga macam-macam. Syiah yang paling dekat (mirip) dengan
Ahlussunnah adalah Syiah Zaidiyah. Al-Qur’annya sama, Haditsnya juga sama. Lah,
Syiah yang masuk ke Indonesia adalah Syiah Iran, yaitu Syiah Itsna Asyariah.
Syiah Itsna Asyariah ini menyatakan bahwa setelah
wafatnya Rasulullah semua shahabat murtad, kecuali beberapa orang, seperti
Sayyidina Ali, Abu Dzar al-Ghifari, Miqdad bin al-Aswad, dan Salman al-Farisi.
Sedangkan shahabat-shahabat andalan Rasulullah seperti Abu Bakar, Umar, Utsman,
Abu Hurairah, menurut Syiah Itsna Asyariyah, mereka murtad semua.
Orang Syiah biasa mengucapkan laknatullah alaihi
kepada para shahabat. Bahkan, ada orang Syiah yang menyebut Siti Aisyah sebagai
sundel (pelacur). Kalau sampai seperti itu mereka kurang ajar terhadap para
Shahabat. Padahal dalam Hadits, jelas-jelas Rasulullah saw sangat melarang sabb
as-Shahâbah (memaki Shahabat).
Jadi, dari segi kegemaran mereka memaki para Shahabat,
Syiah sudah sesat?
Ya, sangat sesat. Menurut saya mereka itu dhâllun
mudhillun (sesat dan menyesatkan).
Lalu, bagaimana sikap kita mengahadapi Syiah ini. Apa
harus diberantas?
Kalau bisa ya harus diberantas. Tapi, jangan sampai
merusak. Ya ada ukurannya. Ada beberapa Habaib yang menyatakan bahwa orang-orang
Syiah itu halla dzabhuhum (halal dibunuh). Kalau Sidogiri nggak.
Sidogiri ikut cara Walisongo (yang tidak menggunakan kekerasan). Cara para
sunan itu terbukti banyak hasilnya dalam menyebarkan Islam. Mereka tidak
menggunakan kekerasan.
Salah satu pernyataan yang sering dikutip oleh orang
Syiah adalah dawuh Imam Syafii: “Kalau mencintai Ahlul Bait itu dianggap
Rafidhi (Syiah), maka biarlah manusia dan jin menyaksikan bahwa aku adalah
orang Rafidhi”. Bagaimana menurut Kiai?
Dawuh Imam Syafii itu disalahgunakan oleh mereka. Kecintaan
Imam Syafii terhadap Ahlul Bait beda jauh dengan cinta Ahlul Baitnya
orang-orang Syiah. Orang Syiah itu Hubbu (cinta) Ahlul Bait tapi Bughdu
Ashhâhbi Rasûlillâh (membenci Shahabat-Shahabat Rasulullah saw). Sedangkan
Imam Syafii mencintai Ahlul Bait dan juga mencintai para Shahabat.
Hadits-hadits Rasulullah saw yang menyuruh kita untuk
meneladani Shahabat serta tidak membenci atau memaki mereka, oleh orang Syiah
tidak dipakai. Sebab, kitab Hadits yang mereka pakai adalah al-Kâfi.
Padahal al-Kâfi itu bukan sabda Rasulullah, tapi dawuh dari
imam-imamnya orang Syiah. Itupun banyak pemalsuan.
Para imam-imam Syiah, seperti Sayyidina Hasan, Husain
dan Ali Zainal Abidin, juga sangat dihormati oleh Ahlussunnah. Apa memang
benar imam-imam itu menyebarkan ajaran Syiah?
Nggak... mereka itu hanya diaku-aku menyebarkan paham Syiah.
Banyak pemalsuan-pemalsuan terhadap mereka. Mereka tidak bilang begitu, tapi
oleh riwayat Syiah dinyatakan bilang begitu.
Jumlah Syiah di Indonesia sekitar 1 sampa 3 juta,
bagaimana cara yang baik untuk memberantas paham mereka ini menurut Kiai?
Ya didatangi ke rumahnya. Dengan cara berdialog. Tidak
usah dibikin ramai-ramai. Soalnya kalau ramai-ramai nggak ada yang
hasil.
Ada yang menyatakan bahwa shalat bagi orang Syiah
adalah tiga waktu bukan lima waktu. Bagaimana sebetulnya hal ini?
Iya, menurut mereka waktu shalat itu adalah pagi yaitu
subuh; kemudian siang yaitu shalat dzuhur dan ashar; dan malam, yaitu shalat
maghrib dan isya’. Jadi, menurut mereka shalat dzuhur bisa dikumpulkan dengan
ashar, shalat maghrib bisa dikumpulkan dengan isya, meskipun tidak dalam
perjalanan. Jadi, hanya tiga waktu bukan lima waktu. Ajaran ini tidak sesuai
dengan penjelasan Rasulullah saw terhadap perintah shalat di dalam al-Qur’an.
Rasulullah saw jelas-jelas menyatakan shalat itu lima waktu.
Salah satu perbedaan tajam Ahlussunnah dengan Syiah
adalah masalah nikah mut’ah. Syiah menyatakan nikah mut’ah itu halal. Sedangkan
Ahlussunnah menyatakan haram. Kenapa demikian?
Memang, nikah mut’ah itu pernah dihalalkan. Tapi, itu
jelas-jelas sudah dinasakh.
Apakah Kiai setuju jika MUI mengeluarkan fatwa
bahwa Syiah itu sesat, seperti fatwa MUI untuk Ahmadiyah?
Syiah dan Ahmadiyah kan sama-sama sesat. Cuma,
Ahmadiyah lebih parah lagi. Sampai menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad itu
sebagai nabi. Syiah tidak sampai seperti itu. Tapi, di Syiah pun sebetulnya ada
kelompok yang menyatakan bahwa malaikat Jibril salah memberi wahyu kepada Nabi
Muhammad saw. Kata mereka, sebetulnya Allah menyuruh menurunkan wahyu
kepada Sayyidina Ali. Cuma malaikat Jibril salah.
Kelompok Syiah yang semacam ini jelas kafir. Sebab,
seperti dikatakan oleh Sayyid Muhammad al-Maliki, orang yang meyakini bahwa
Allah adalah Tuhan Yang Mahaesa, tapi ia tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad
saw, orang ini belum Islam. Soalnya rukunnya iman itu kan iman kepada Allah,
para rasul, kitab suci, malaikat, hari akhir dan qadha-qadar.
Namun demikian, Syiah secara umum nggak seperti
itu.
Beberapa orang Syiah di Indonesia membantah
bahwa Syiah membenci Shahabat, shalat tiga waktu dan al-Qur’annya berbeda?
Itu bagian dari taqiyyah (menyembunyikan
keyakinannya jika kondisinya tidak memungkinkan). Memang, para ’kiainya’ Syiah
menyuruh pengikutnya untuk taqiyyah pada saat kelompok mereka masih
kecil. Mereka menyuruh agar ajaran Syiah yang bertentangan dengan Ahlussunnah
jangan sampai dibuka di hadapan orang lain. []