BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bank Syariah berfungsi sebagai penghimpun dana dari nasabah dan
penyalur dana bagi kegiatan sector riil. Salah satu dasar hukum yang digunakan
adalah Mudharabah. Mudharabah dijadikan landasan hukum untuk produk Deposito
Mudharabah yang bertujuan menghimpun dana nasabah dan menyalurkannya dalam
bentuk Pembiayaan Mudharabah. Kedua produk tersebut ditawarkan dengan skema
bagi hasil. Pada Deposito Mudharabah, nasabah sebagai shahibul maal akan
memperoleh nisbah sesuai dengan keuntungan Bank. Pada Pembiayaan Mudharabah,
Bank sebagai shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan keuntungan
Mudharib. Untuk mencermati lebih jauh bagaimana kesesuaian produk Bank Syariah,
khususnya Deposito Mudharabah dan Pembiayaan Mudharabah, dengan sistem
Mudharabah dalam literatur fiqih maka disusunlah kajian syariah terhadap produk
tersebut yang dituangkan ke dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
a.
Pengertian deposito syariah ?
b.
jenis mudharabah dikaitkan dengan deposito
syariah ?
c.
fitur dana, mekanisme dan analisis deposito syariah ?
C.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui Pengertian deposito syariah ?
d.
Untuk mengetahui jenis mudharabah dikaitkan dengan deposito syariah ?
e.
Untuk mengetahui fitur dana mekanisme dan analisis deposito syariah
?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Deposito syariah
Salah satu produk penghimpunan dana yang ditawarkan
oleh pihak bank syariah kepada nasabah adalah deposito. Deposito ini dapat
berguna untuk memenuhi keperluan masyarakat (nasabah) yang mengalami
likuiditas, dan juga bisa berfungsi untuk menyimpan dan sekaligus sebagai
wahana investasi, karena biasanya produk ini menawarkan financial return.
Sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 8
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 angka 7 bahwa:
“Deposito atau disebut pula deposito berjangka adalah
simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.”
Jadi penarikan simpanan yang berbentuk deposito ini waktunya
sudah ditentukan (waktunya tetap) disesuaikan dengan perjanjian antara nasabah
penyimpan dana dan bank pada saat pembukaan deposito yang besangkutan.
Peruntukannya atau kegunanaan dari deposito (deposito berjangka) lebih sebagai
instrument investasi dari pada sebagai wadah menyimpan kelebihan likuiditas.
Secara khusus pengaturan perbankan syariah juga
merumuskan pengertian deposito sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1 angka 22
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yaitu:
“Deposito adalah
Investasi dana berdasarkan akad Mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penimpan dan bank syariah
dan atau UUS.”
Sementara itu, pengertian investasi dirumuskan dalam
ketentuan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yaitu:
“Investasi adalah dana
yang dipercayakan oleh nasabah kepada bank syariah dan atau UUS berdasarkan
akad Mudharabah akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam
bentuk deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.”
Secara tradisional,
deposito (deposito berjangka) merupakan sumber
pendanaan bank dengan jangka waktu tertentu dan fluktuasi dana yang
relative rendah. Sementara itu, bagi nasabah deposito (deposito berjangka)
tersebut merupakan alternative investasi yang memberikan keuntungan kepada
nasabah.
Peluang pengembangan
fitur produk deposito (deposito berjangka) pada dasarnya terletak pada jangka
waktu penarikan dan bunga dengan berbagai variasinya. Jangka waktu penarikan
pun bervariasi, baik dari harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Dalam
persaingan perbangkan terdapat produk deposito berjangka yang jangka waktu
penarikannya bisa kapan saja. Dalam hal ini, kata berjangka telah dipelintir
sedemikian rupa sehingga produk deposito berjangka telah kehilangan maknanya
dan nyaris seperti tabungan.
Disamping bunga, aspek pembukaan dan penutupan
deposito (deposito berjangka) juga perlu dan merupakan faktor yang dapat menarik
minat para nasabah. Berkaitan dengan pembukaannya, tidak ada larangan bahwa
deposito tersebut dibuka oleh orang atau badan. Doposito dapat dibuka dalam
valuta rupiah atau valuta asing. Bagi bank yang mempunyai tingkat system
teknologi yang bagus, pembukuan deposito dapat dilakukan melalui sarana system
informasi teknologi. Dalam pembukaan deposito juga diatur mengenai nominal minimum
dan kelipatannya. Dari segi penarikannya ditentukan secara pasti dalam bilyet
deposito yang bersangkutan dan berdasarkan ketentuan yang berlaku pada bank yang
bersangkutan.
Karakter pokok dari
deposito (deposito berjangka) adalah waktu penarikannya yang tepat. Karenanya
deposito atau deposito berjangka disebut pula fixed deposit dan umumnya
memiliki jangka waktu jatuh tempo 1, 3, 6, 12, dan 24 bulan. Bunga akan
dibayarkan setiap bulan pada hari bayarnya atau sekaligus dibayarkan ketika
deposito telah jatuh tempo sebagaiman yang telah diperjanjikan. Dalam praktek
bank konvensional, biasanya pihak deposan membuka rekening simpana di bank yang
bersangkutan, sehingga bunga deposito pada saat jatuh tempo langsung bisa
ditransfer ke rekening deposan. Namun, jika tidak terdapat rekening khusus,
bunga depsito tersebut dapat menambah jumlah pokok deposito
nasabah yang bersangkutan sampai dengan jatuh temponya.
Sebagai salah satu
produk penghimpunan dana, bank akan terekspos pada risiko likuiditas terutama
pada saat deposito jatuh tempo jika maturity gap antara penghimpunan dan
penanaman dana cukup besar. Selain itu, bank syariah juga menghadapi risiko
pasar (market risk) berupa risiko nilai tukar (jika deposito dalam bentuk
valuta asing). Bank juga terekskpos pada commercial displacement risk
berupa potensi nasabah memindahkan dananya yang didorong oleh tingkat bagi
hasil riil lebih rendah dari tingkat suku bunga.
Adapun deposito
(deposito berjangka) berdasarkan prinsip syariah atau deposito yang sesuai dan
dibenarkan secara syariah. Deposito berdasarkan prinsip syariah atau deposito
syariah ditetapkan untuk perbankan syariah melalui Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 dan juga Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 32/36/Kep/Dir tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah, yang kemudian diperbarui dan disempurkan dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/25/PBI/2006. Selanjutnya ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008.
Berbeda dengan perbankan
konvensional yang memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, maka
dalam perbankan syariah imbalan berupa bagi nasabah deposan adalah bagi hasil
(profit sharing) sebesar nisbah yang telah disepakati di awal akad.
Karena itu, untuk
deposito (deposito berjangka) syariah ini didasarkan pada prinsip akad mudharabah,
berhubung tujuan menyimpan dana dalam bentuk simpanan deposito (deposito
berjangka) untuk menginvestasikan kelebihan likuiditasnya. Hal ini ditetapkan dalam
Fatwa DSN Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito. Dalam fatwa ini dinyatakan
bahwa jika kita mengacu pada praktik deposito yang terdapat pada perbankan
konvensional, pelayanan perbankan dalam bentuk deposito tersebut tidak sesuai dengan
syariah karena karena terdapat unsur bunga (riba) di dalamnya. Untuk itu diperlukan adanya pelayanan deposito yang
sesuai dengan syariah dan tidak mengurangi feature yang telah melekat di
dalamnya guna memudahkan urusan manusia dalam transaksi keuangan. Berdasarkan
hal ini produk deposito yang diperbolehkan DSN berdasarkan syariah adalah
deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Seperti diketahui mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama selaku
pemilik dana (shahibul maal) menyediakan seluruh modal usaha (100%),
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dana (mudharib).
B.
Jenis mudharabah dikaitkan dengan
deposito syariah
Dalam perspektif hukum islam, terdapat dua macam jenis
mudharabah dikaitkan dengan deposito syariah, yaitu:
1. Mudharabah Muthlaqah
adalah bentuk kerja sama antara shahibul
maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam kontrak teks
perbankan syariah, pihak bank memiliki keleluasaan penuh dan kekuasaan yang
besar dalam mengelola dana nasabah, tidak terdapat batasan yang spesifik.
2. Mudharabah Muqayyadah
adalah kebalikan dari mudharabah mutlaqah.
Pihak mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha. Adanya pembatasan
ini sering kali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam
memasuki jenis usaha.
DSN melalui Fatwa Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000
menetapkan pula ketentuan umum deposito berdasarkan akad mudharabah tersebut,
yaitu:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak
sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudharib
atau pengelola.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank
dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya,
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam
bentuk nisbah dan diuntungkan dalam akad pembukuan rekening.
5. Bank syariah sebagai mudharib menutup biaya
operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank syariah tidak diperkenankan untuk
mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Sejalan
dengan fatwah dari DSN sebagaimana tersebut diatas, ketentuan dalam pasal 5
peraturan bank indonesia nomor 7/46/PBI/2005 menetapkan persyaratan paling
kurang dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk deposito berdasarkan
mudharabah, sebagai berikut :
1.
Bank syari’ah bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah
bertindak sebagai pemilik dana.
2.
Dana disetor penuh kepada bank syari’ah dan dinyatakan dalam jumlah
nominal.
3.
Sebagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan
dalam bentuk nisbah.
4.
Bank syari’ah sebagai mudharib menutup biaya oprasional deposito
dengan mengunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
5.
Bank syari’ah tidak boleh mengurangi bagian keuntungan nasabah
tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
6.
Bank syari’ah tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda
dalam perundang-undangan yang berlaku.
Begitu
pula ketentuan mengenai persyaratan paling kurang kegiatan penghimpunan dana
dalam bentuk deposito atas dasar akad mudharabah tersebut, diatur kembali dalam
surat edaran bank indonesia nomor 10/14/DPbS tangal 17 maret 2008:
1.
Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah
bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal)
2.
Pengelola dana oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan
yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharab muqayyad) atau dilakukan dengan
tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharab mutlaqah).
3.
Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karasteristik
produk, serta hak dan kewajiban nasabag sebagaimana diatur dalam ketentuan
banka indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan pengunaan data
pribadi nasabah.
4.
Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan dan
pengunaan produk deposito atas dasar akad mudharabah, dalam bentuk perjanjian
tertulis.
5.
Dalam akad mudharabah muqayyadah harus dinyatakan secara jelas
syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah.
6.
Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati.
7.
Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang
telah disepakati.
8.
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening anatara
lain biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan
penutupan rekening.
9.
Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa
persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Apabila
dibandingkan dengan deposito yang mengunakan prinsip bunga tetap, jauh berbeda
dengan deposito yang mengunakan prinsip tanpa bunga. Kalau dalam sistem bungah,
nasabah pemilik deposito akan menerima bunga tertentu secara tetap dan priodik,
tanpa mengindahkan usaha yang dilakukan oleh pihak banh syari’ah, baik merugi
atau untung. Dalam deposito mudharabah, besaran retrun yang akan diterima oleh
nasabah bergantung pada usaha yang dilakukan oleh pihak bank, yakni nisbah atau
presentase tertentu dari total usaha yang dilakukan oleh pihak bank. Pihak bank
selaku mudharib tidak memiliki kewajiban secara tetap untuk memberika return
dalam besaran tertentu, tetapi bergantung pada hasil usaha yang dijalankan.
Akad ini lebih tepat digunakan karena sesuai dengan karakteristik usaha yang
memiliki potensi untung atau rugi.
C.
Fitur Dana, Mekanisme Dan Analisis Deposito Syariah
Fitur dana dan mekanisme.
Deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank.
Tujuan Atau Manfaat.
1.
Bagi Bank : Secara tradisional
merupakan sumber pendanaan bank dengan jangka waktu dan fluktasi dana yang
relative rendah.
2.
Bagi Nasabah : merupakan
alternatife investasi yang memberikan keuntungan kepada nasabah dalam bentuk
bagi hasil.
Analisis dan Identivikasi Risiko
Sebagai produk penghimpun dana, bank akan terekspos risiko
likuiditas terutama pada saaat diposito jatuh tempo jika maturity gap antara
penghimpun dana dan penanaman dana cukup besar. Selain itu bank juga menghadapi
risiko pasar (market risk) berupa risiko nilai tukar (bila deposito dalam
bentuk valas). Bank juga terekspos pada commercial displacement risk berupa
potensi nasabah memindahkan dananya yang didorong oleh tingkat bagi hasil riil
lebih rendah dari tingkat suku bunga.
Fatwa Syari’ah
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:03/DSN-MUI/IV/2000 tantang
deposito. Deposito yang dibenarkan secara Syari’ah, yaitu deposito yang
berdasarkan prinsip-prinsip Mudharabah dengan ketentuan umum sebagai berikut :
1.
Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau
pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2.
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib bank dapat melakkukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan
mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3.
Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
4.
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukuan rekening.
5.
Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6.
Bank tidak dipergunakan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.
Deposito BRI merupakan produk deposito yang memberikan keamanan
dalam investasi dana anda.
Keunggulan
·
Layanan investasi yang aman dari bank terpercaya.
·
Diperuntuhkan bagi nasabah perorangan maupun badan
usaha/perusahaan.
·
Real Time On-Line
Dapat bertransaksi secara on-line dilebih dari 2.000 unit kerja BRI
on-line diseluruh Indonesia.
·
Keleluasaan dalam memilih mata uang: Rupiah, USD, EUR, SGD, JPY.
·
Keleluasaan dalam memilih janka waktu mulaidari Deposit On
Call(jw< 1 Bln) atau jangka waktu 1,2,3, 6,12, 18, dan 24 bulan.
·
Bebas biaya administrasi.
·
Dapat dijadikan jaminan kredit BRI
·
Pecairan sebagian nominal Deposito BRI tanpa mengubah nomor
rekening.
·
Pencairan Deposito BRI di unit kerja BRI lainnya.
·
Suku bunga menarik dan kompetitif.
Fasilitas.
Dapat
dilakukan perpanjangan otomatis (automatic roll-over).
Pada
saat jatuh tempo, nasabah leluasa untuk menikmati bunga secara :
-
Tunai
-
Dipindah bukukan ke rekening lain diBRI.
-
Ditransfer /kliring kerekening pada bank lain.
-
Menambah pokok Deposito BRI pada saat perpanjangan (add-on).
Syarat
Pembukuan
Mengisi
formulir pembukuan Deposito BRI.
Setoran
minimalsesuai ketentuan untuk masing-masing mata uang.
Untuk
nasabah perorangan : melampirkan foto kopi kartu identitas
(KTP/SIM/Paspor/KITAS/KITAP)
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
perbandingan SE Konvensional dengan SE Islam terlihat bahwa SE Konvensional
bukanlah sistem ekonomi ideal yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi umat
manusia. SE Islam memiliki keunggulan yang secara konseptual dapat mengatasi
kesenjangan sosial dan mencegah terjadinya krisis ekonomi yang selalu berulang.
Hal ini akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang pada akhirnya mendorong
kemajuan peradapan umat manusia.
Semoga
Allah SWT memberikan petunjuk, bimbingan dan kekuatan bagi kita semua untuk menegakan
Sistem Ekonomi Islam di muka bumi. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
·
Rachmadi Usman, S.H., M.H. Produk Dan Akad Perbankan Syariah Di
Indonesia Implementasi Dan Aspek Hukum PT CITRA ADITYA BAKTI BANDUNG 2009.
·
Kondifikasi Bank Indonesia