Kamis, 11 Oktober 2012

Mengenal Jual Beli Murabahah


Jual beli Murabahah (Bai’ al-Murabahah) demikianlah istilah yang banyak diusung lembaga keuangan tersebut sebagai bentuk dari Financing (pembiayaan) yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan syari’at menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka
Nama lain Jual Beli Murabahah ini
Jual beli Murabahah yang dilakukan lembaga keuangan syari’at ini dikenal dengan nama-nama sebagai berikut:
  1. al-Murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’
  2. al-Murabahah lil Wa’id bi Asy-Syira’
  3. Bai’ al-Muwa’adah
  4. al-Murabahah al-Mashrafiyah
  5. al-Muwaa’adah ‘Ala al-Murabahah.
  6. Sedangkan di negara Indonesia dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP)
Definisi Jual-Beli Murabahah (Deferred Payment Sale)
Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan) Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui. Hakekatnya adalah menjual barang dengan harga (modal) nya yang diketahui kedua belah transaktor (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya. Sehingga penjual menyatakan modalnya adalah seratus ribu rupiah dan saya jual kepada kamu dengan keuntungan sepuluh ribu rupiah.
Syeikh Bakr Abu Zaid menyatakan: (Inilah pengertian yang ada dalam pernyataan mereka: Saya menjual barang ini dengan sistem murabahah… rukun akad ini adalah pengetahuan kedua belah pihak tentang nilai modal pembelian dan nilai keuntungannya, dimana hal itu diketahui kedua belah pihak maka jual belinya shohih dan bila tidak diketahui maka batil. Bentuk jual beli Murabahah seperti ini adalah boleh tanpa ada khilaf diantara ulama, sebagaimana disampaikan ibnu Qudaamah, bahkan Ibnu Hubairoh menyampaikan ijma’ dalam hal itu demikian juga al-Kaasaani
Inilah jual beli Murabahah yang ada dalam kitab-kitab ulama fikih terdahulu. Namun jual beli Murabahah yang sedang marak di masa ini tidaklah demikian bentuknya. Jual beli Murabahah sekarang berlaku di lembaga-lembaga keuangan syari’at lebih komplek daripada yang berlaku dimasa lalu. Oleh karena itu para ulama kontemporer dan para peneliti ekonomi islam memberikan definisi berbeda sehingga apakah hukumnya sama ataukah berbeda?
Diantara definisi yang disampaikan mereka adalah:
  1. Bank melaksanakan realisai permintaan orang yang bertransaksi dengannya dengan dasar pihak pertama (Bank) membeli yang diminta pihak kedua (nasabah) dengan dana yang dibayarkan bank –secara penuh atau sebagian- dan itu dibarengi dengan keterikatan pemohon untuk membeli yang ia pesan tersebut dengan keuntungan yang disepakati didepan (diawal transaksi).
  2. Lembaga keuangan bersepakat dengan nasabah agar lembaga keuangan melakukan pembelian barang baik yang bergerak (dapat dipindah) atau tidak. Kemudian nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut setelah itu dan lembaga keuangan itupun terikat untuk menjualnya kepadanya. Hal itu dengan harga didepan atau dibelakang dan ditentukan nisbat tambahan (profit) padanya atas harga pembeliaun dimuka.
  3. Orang yang ingin membeli barang mengajukan permohonan kepada lembaga keuangan, karena ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar kontan nilai barang tersebut dan karena penjual (pemilik barang) tidak menjualnya secara tempo. Kemudian lembaga keuangan membelinya dengan kontan dan menjualnya kepada nasabah (pemohon) dengan tempo yang lebih tinggi.
  4. Ia adalah yang terdiri dari tiga pihak; penjual, pembeli dan bank dengan tinjauan sebagai pedagang perantara antara penjual pertama (pemilik barang) dan pembeli. Bank tidak membeli barang tersebut disini kecuali setelah pembeli menentukan keinginannya dan adanya janji memberi dimuka.
 Bentuk Gambarannya
Dari definisi diatas dan praktek yang ada di lingkungan lembaga keuangan syariat didunia dapat disimpulkan ada tiga bentuk:
1.    Pelaksanaan janji yang mengikat dengan kesepakatan antara dua pihak sebelum lembaga keuangan menerima barang dan menjadi miliknya dengan menyebutkan nilai keuntungannya dimuka. Hal itu dengan datangnya nasabah kepada lembaga keuangan memohon darinya untuk membeli barang tertentu dengan sifat tertentu. Keduanya bersepakat dengan ketentuan lembaga keuangan terikat untuk membelikan barang dan nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut. Lembaga keuangan terikat harus menjualnya kepada nasabah dengan nilai harga yang telah disepakati keduanya baik nilai ukuran, tempo dan keuntungannya.
2.    Pelaksanaan janji (al-Muwaa’adah) tidak mengikat pada kedua belah pihak. Hal itu dengan ketentuan nasabah yang ingin membeli barang tertentu, lalu pergi ke lembaga keuangan dan terjadi antara keduanya perjanjian dari nasabah untuk membeli dan dari lembaga keuangan untuk membelinya. Janji ini tidak dianggap kesepakatan sebagaimana juga janji tersebut tidak mengikat pada kedua belah pihak. Bentuk gambaran ini bisa dibagi dalam dua keadaan:
a.    Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan nilai keuntungan dimuka.
b.    Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya penentuan nilai keuntungan yang akan    diberikannya.
3.    Pelaksanaan janji mengikat lembaga keuangan tanpa nasabah. Inilah yang diamalkan di bank Faishol al-Islami di Sudan. Hal itu dengan ketentuan akad transaksi mengikat bank dan tidak mengikat nasabah sehingga nasabah memiliki hak Khiyar (memilih) apabila melihat barangnya untuk menyempurnakan transaksi atau menggagalkannya.
Pernyataan para Ulama terdahulu tentang Jenis jual beli ini
Permasalahan jual belia murabahah KPP ini sebenarnya bukanlah perkara kontemporer dan baru (Nawaazil) namun telah dijelaskan para ulama terdahulu. Berikut ini sebagian pernyataan mereka:
Imam As-Syafi’i menyatakan: Apabila seorang menunjukkan kepada orang lain satu barang seraya berkata: Belilah itu dan saya akan berikan keuntungan padamu sekian. Lalu ia membelinya maka jual belinya boleh dan yang menyatakan: Saya akan memberikan keuntungan kepadamu memiliki hak pilih (khiyaar), apabila ia ingin maka ia akan melakukan jual-beli dan bila tidak maka ia akan tinggalkan. Demikian juga jika ia berkata: ‘Belilah untukku barang tersebut’. Lalu ia mensifatkan jenis barangnya atau ‘barang’ jenis apa saja yang kamu sukai dan saya akan memberika keuntungan kepadamu’, semua ini sama. Diperbolehkan pada yang pertama dan dalam semua yang diberikan ada hak pilih (khiyaar). Sama juga dalam hal ini yang disifatkan apabila menyatakan: Belilah dan aku akan membelinya darimu dengan kontan atau tempo. Jual beli pertamam diperbolehkan dan harus ada hak memilih pada jual beli yang kedua. Apabila keduanya memperbaharui (akadnya) maka boleh dan bila berjual beli dengan itu dengan ketentuan adanya keduanya mengikat diri (dalam jual beli tersebut) maka ia termasuk dalam dua hal:
1.        Berjual beli sebelum penjual memilikinya.
2.         Berada dalam spekulasi (Mukhathorah).
Imam ad-Dardier dalam kitab asy-Syarhu ash-Shaghir 3/129 menyatakan: al-’Inah adalah jual beli orang yang diminta darinya satu barang untuk dibeli dan (barang tersebut) tidak ada padanya untuk (dijual) kepada orang yang memintanya setelah ia membelinya adalah boleh kecuali yang minta menyatakan: Belilah dengan sepuluh secara kontan dan saya akan ambil dari kamu dengan dua belas secara tempo. Maka ia dilarang padanya karena tuduhan (hutang yang menghasilkan manfaat), karena seakan-akan ia meminjam darinya senilai barang tersebut untuk mengambil darinya setelah jatuh tempo dua belas.
Jelaslah dari sebagian pernyataan ulama fikih terdahulu ini bahwa mereka menyatakan pemesan tidak boleh diikat untuk memenuhi kewajiban membeli barang yang telah dipesan. Demikian juga the Islamic Fiqih Academy (Majma’ al-Fiqih al-Islami) menegaskan bahwa jual beli muwaada’ah yang ada dari dua pihak dibolehkan dalam jual beli murabahah dengan syarat al-Khiyaar untuk kedua transaktor seluruhnya atau salah satunya. Apa bila tidak ada hak al-Khiyaar di sana maka tidak boleh, karena al-Muwaa’adah yang mengikat (al-Mulzamah) dalam jual beli al-Murabahah menyerupai jual beli itu sendiri, dimana disyaratkan pada waktu itu penjual telah memiliki barang tersebut hingga tidak ada pelanggaran terhadap larangan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang menjual yang tidak dimilikinya.
Syeikh Abdul Aziz bin Baaz ketika ditanya tentang jual beli ini menjawab: Apabila barang tidak ada di pemilikan orang yang menghutangkannya atau dalam kepemilikannya namun tidak mampu menyerahkannya maka ia tidak boleh menyempurnakan akad transaksi jual belinya bersama pembeli. Keduanya hanya boleh bersepakat atas harga dan tidak sempurna jual beli diantara keduanya hingga barang tersebut dikepemilikan penjual.
Hukum Bai’ Murabahah dengan pelaksanaan janji yang tidak mengikat (Ghairu al-Mulzaam)
Telah lalu bentuk kedua dari murabahah dengan pelaksanaan janji yang tidak mengikat ada dua:
  1. Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan nilai keuntungan dimuka. Hal ini yang rojih adalah boleh dalam pendapat madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah. Hal itu karena tidak ada dalam bentuk ini ikatan kewajiban menyempurnakan janji untuk bertransaksi atau penggantian ganti kerugian. Seandainya barang tersebut hilang atau rusak maka nasabah tidak menanggungnya. Sehingga lembaga keuangan tersebut bersepekulasi dalam pembelian barang dan tidak yakin nasabah akan membelinya dengan memberikan keuntungan kepadanya. Seandainya salah satu dari keduanya berpaling dari keinginannya maka tidak ada ikatan kewajiban dan tidak ada satupun akibat yang ditanggungnya.
  2. Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya penentuan nilai keuntungan yang akan diberikannya, maka ini dilarang karena masuk dalam kategori al-’Inah sebagaimana disampaikan Ibnu Rusyd dalam kitabnya al-Muqaddimah dan inilah yang dirojihkan Syeikh Bakr Abu Zaid.
Langkah proses Murabahah KPP bentuk ini
Mu’amalah jual beli murabahah KPP melalui beberapa langkah tahapan, diantara yang terpenting adalah:
1.   Pengajuan permohonan nasabah untuk pembiayaan pembelian barang.
a.    Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli barang yang diinginkan dengan sifat-sifat      yang jelas.
b.    Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli tentang lembaga tertentu dalam pembelian barang tersebut.
2.    Lembaga keuangan mempelajari formulir atau proposal yang diajukan nasabah.
3.    Lembaga keuangan mempelajari barang yang diinginkan.
4.    Mengadakan kesepakatan janji pembelian barang.
a.    Mengadakan perjanjian yang mengikat.
b.    Membayar sejumlah jaminan untuk menunjukkan kesungguhan pelaksanaan janji.
c.    Penentuan nisbat keuntungan dalam masa janji.
d.    Lembaga keuangan mengambil jaminan dari nasabah ada masa janji ini.
5.    Lembaga keuangan mengadakan transaksi dengan penjual barang (pemilik pertama).
6.    Penyerahan dan kepemilikan barang oleh lembaga keuangan.
7.    Transaksi lembaga keuangan dengan nasabah.
a.    Penentuan harga barang.
b.    Penentuan biaya pengeluaran yang memungkinkan untuk dimasukkan kedalam harga.
c.    Penentuan nisbat keuntungan (profit)
d.    Penentuan syarat-syarat pembayaran.
e.    Penentuan jaminan-jaminan yang dituntut.
Demikianlah secara umum langkah proses jual beli Murabahah KPP yang kami ambil secara bebas dari kitab al-’Uquud al-Maliyah al-Murakkabah hal. 261-162. sedangkan dalam buku Bank Syari’at dari Teori ke Praktek hal. 107 memberikan skema bai’ Murabahah sebagai berikut:
alurmurabahah






Aqad ganda (Murakkab) dalam Murabahah KPP bentuk ini.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jual beli murabahah KPP ini terdiri dari:
1.    Ada tiga pihak yang terkait yaitu:
a.    Pemohon atau pemesan barang dan ia adalah pembeli barang dari lembaga keuangan.
b.    Penjual barang kepada lembaga keuangan.
c.    Lembaga keuangan yang memberi barang sekaligus penjual barang kepada pemohon atau pemesan barang.
2.    Ada dua akad transaksi yaitu:
a.    Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b.    Akad dari lembaga keuangan kepada pihak yang minta dibelikan (pemohon).
3.    Ada tiga janji yaitu:
a.    Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang.
b.    Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membali barang untuk pemohon.
c.    Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli barang tersebut dari lembaga keuangan.
Dari sini jelaslah bahwa jual beli murabahah KPP ini adalah jenis akad berganda (al-’Uquud al-Murakkabah) yang tersusun dari dua akad, tiga janji  dan ada tiga pihak. Setelah meneliti muamalah ini dan langkah prosesnya akan tampak jelas ada padanya dua akad transaksi dalam satu akad transaksi, namun kedua akad transaksi ini tidak sempurna prosesnya dalam satu waktu dari sisi kesempurnaan akadnya, karena keduanya adalah dua akad yang tidak diikat oleh satu akad. Bisa saja disimpulkan bahwa dua akad tersebut saling terkait dengan satu sebab yaitu janji yang mengikat dari kedua belah pihak yaitu lembaga keuangan dengan nasabahnya.
Berdasarkan hal ini maka jual beli ini menyerupai pensyaratan akad dalam satu transaksi dari sisi yang mengikat sehingga dapat dinyatakan dengan uangkapan: Belkan untuk saya barang dan saya akan berikan untung kamu dengan sekian.
Hal ini karena barang pada akad pertama tidak dimiliki oleh lembaga keuangan, namun akan dibeli dengan dasar janji mengikat untuk membelinya. Dengan melihat kepada muamalah ini dari seluruh tahapannya dan kewajiban-kewajiban yang ada padanya jelaslah bahwa ini adalah Mu’amalah Murakkabah secara umum dan juga secara khusus dalam tinjauan kewajiban yang ada dalam muamalah ini. Berbeda dengan Murabahah yang tidak terdapat janji yang mengikat (Ghairu al-Mulzaam) yang merupakan akad yang tidak saling terikat, sehingga jelas hukumnya berbeda.
Hukumnya
Yang rojih dalam masalah ini adalah tidak boleh dengan beberapa argumen di antaranya:
a.    Kewajiban mengikat dalam janji pembelian sebelum kepemilikan penjual barang tersebut masuk dalam larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjual barang yang belum dimiliki. Kesepakatan tersebut pada hakekatnya adalah akad dan bila kesepakatan tersebut diberlakukan maka ini adalah akad batil yang dilarang, karena lembaga keuangan ketika itu menjual kepada nasabah sesuatu yang belum dimilikinya.
b.    Muamalah seperti ini termasuk al-Hielah (rekayasa) atas hutang dengan bunga, karena hakekat transaksi adalah jual uang dengan uang lebih besar darinya secara tempu dengan adanya barang penghalal diantara keduanya.
c.    Murabahah jenis ini masuk dalam larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang berbunyi:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari dua transaksi jual beli dalam satu jual beli (HR at-Tirmidzi dan dishohihkan al-Albani dalam Irwa’ al-Gholil 5/149)
Al-Muwaa’adah apabila mengikat kedua belah pihak maka menjadi aqad (transaksi) setelah sebelumnya hanya janji, sehingga ada disana dua akad dalam satu jual beli.

Ketentuan diperbolehkannya
Syeikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid menjelaskan ketentuan diperbolehkannya jual beli murabahah KPP ini dengan menyatakan bahwa jual beli Muwaa’adah diperbolehkan dengan tiga hal:
  1. Tidak terdapat kewajiban mengikat untuk menyempurnakan transaksi baik secara tulisan ataupun lisan sebelum mendapatkan barang dengan kepemilikan dan serah terima.
  2. Tidak ada kewajiban menanggung kehilangan dan kerusakan barang dari salah satu dari dua belah pihak baik nasabah atau lembaga keuangan, namun tetap kembali menjadi tanggung jawab lembaga keuangan.
  3. Tidak terjadi transaksi jual beli kecuali setelah terjadi serah terima barang kepada lembaga keuangan dan sudah menjadi miliknya.



Sabtu, 29 September 2012

Menambah Partisi Hard Disk Pada Windows 7

 
Saya yakin teman-teman sudah bisa semua melakukannya, karena memang simple. Pada kesempatan ini saya hanya akan menuliskan saja di dalam blog saya secara singkat, untuk tambahan tulisan saya :D .
Kejadiannya beberapa hari lalu, kantor kami mendpatkan bantuan laptop dari biro umum, untuk aplikasi barang. nah dalam laptop sudah terinstal windows 7 dan hanya ada 1 partisi yaitu c:/
Saya fikir, nanti bagaimana kalau ni laptop kena virus, trus instal ulang? bisa-bisa ni laptop hilang semua datanya. padahal data barang nantinya yang akan masuk ke dalam laptop. nah olehsebab itu lebih baik ditambah partisi saja.

Nah berikut cara untuk partisi WIndows 7 :
Klik kanan pada computer dan pilih manage.

kemudian setelah masuk, pada bagian kiri klik disk management.

Setelah di klik akan muncul bagian-bagian hardisk, nah kita pilih C://
Nah, untuk menambahkan partisi, pada C: kita klik kanan dan pilih Shrink Volume.

Tunggu dan akan muncul seperti gambar di bawah

penjelasan tentang jendela di atas :
*Total size before shrink in MB : merupakan jumlah awal kapasitas partisi
*Size of available shrink space in MB : kapasitas maksimal yang bisa dipecah
*Enter the amount of space to shrink in MB : kapasitas yang ingin kita pecah,
*Total size after shrink in MB : Kapasitas partisi  setelah kita lakukan pemecahan
Seetelah kita isikan, kemudian kita klik shrink. Silahkan tunggu, prosesnya agak lama.

Setelah selesai akan nampak partisi baru dengan warna hitam, namu ini partisi belum bisa kita gunakan.
Langkah selanjutnya adalah klik kanan pada partisi baru tadi dan pilih “new simple volume” dan klik next.

Pilih lokasi drive, A:, B:, D:, E:, atau apalah terserah anda kemudian klik NEXT
Langkah selanjutnya adalahh klik next-next saja hingga hinish seperti gambar di bawah ini:


Nah, Setelah langkah terakhir tersebut, partisi baru sudah dapat kita gunakan.
Selamat mencoba.
Jangan pernah takut mencoba, karena dari mencoba kita jadi bisa.
Jangan pernah takut gagal, karena dari kegagalan itu kita bisa berhasil

Kamis, 27 September 2012

ZAKAT MENURUT KITAB KLASIK

ahluttasawwuf@blogspot.com
Pengertian Zakat
            Menuerut Kitab Fathul Qorib yaitu zakat dalam لغة /bahasa adalah menambah. Sedangkan menurut Kitab Kholasoh Al-Fiqhiyah[1]Yaitu zakat dalam لغة /bahasa adalah (النمووالزيادة) pertumbuhan dan menambah.sedangkan menurut istilah adalah nama bagi suatu harta tertentu menurut cara-cara tertentu ,kemudian diberikan kepada sekelompok orang yang tertentu pula.
Syarat-syarat wajibnya zakat itu ada enam.
Demikian menurut kitab matan ,yaitu :
a.       Islam
Tidak wajib zakat bagi orang kafir yang asli.Adapun orang yang murtad menurut pendapat yang shahih ,maka hartanya berhenti,jika dia kembli masuk islam maka wajib mengeluarkan zakat dan bila tidak kembali  masuk islam maka tidak wajib.
b.      Merdeka
Maka dari itu tidak wajib bagi hamba sahaja.Adapun bagi budak muba’adl (اماالمبعض) ,maka wajib mengeluarkan zakat dari harta yang dia miliki dengan muba’adl yang merdeka.
c.       Milik yang sempurna
Harta milik yang lemah kedudukannya, maka tidak tidak wajib zakat,seperti orang yang membeli sebelum menerima barangnya ,maka tidak wajib zakat baginya.Sebagaimana penyesuaian perkataan mushannif untuk mengikuti qaul qotim.Tetapi menurut qoul jadid wajib   zakat.
d.      Sudah mencapai satu nisab.
e.       Sudah mencapai satu tahun.
f.       Binatang yang diumbar
Binatang yang digembalakan dalam tempat pengembalaan yang diijinkan.jika binatang itu diberi makan (dengan sengaja,pen.)selama setahun maka tidak wajib mengeluarkan zakat.Jika diberi makan separo (setengah,pen.)biaya dan separuhnya lagi makan sendiri ditempat pengembalaannya,maka  tidak wajib di zakati.
Adapun yang di wajibkan untuk mengeluarkan zakat itu ada lima yaitu :
1.      Hewan piaraan,seandainya mushannif member bentuk “rajakaya” ,maka demikian tersebut lebih utama ,karna lebih khusus dari pada hewan piaraan. Sedangkan hewan piaraan yang dikatakan mushannif lebih tertentu.
2.      Beberapa benda yang dihargakan,yang dimaksud yaitu emas dan perak.
3.      Tanaman-tanaman ,yaitu yang dikendaki itu adalah makanan pokok.
4.      Buah-buahan.
5.      Harta dagangan.
1.Wajib zakat untuk binatang piaraan dalam tiga jenis ,yaitu :
1)      Unta.
2)      Lembu/sapi.
3)      Kambing.
Maka tidak wajib zakat terhadap kuda,hamba sahaya dan hewan yang keluar dari jenis hewan yang berbeda ,misalnya antara kambing dan kidang.
Permulaan nisab unta yaitu :
v  5 unta zakatnya adalah 1 kambing gembel yang berumur 1 tahun lebih,jika berupa kambing jawa maka berumur 2 tahun lebih.
v   10 unta zakatnya adalah 2 kambing.
v  15 unta zakatnya adalah 3 kambing.
v  20 unta zakatnya adalah 4 kambing.
v  25 unta zakatnya adalah 1 unta bintu makhadl.
v  36 unta zakatnya adalah 1 unta bintu labun.
v  46 unta zakatnya adalah 1 unta hiqqah.
v  61 unta zakatnya adalah 1 unta jadz’ah.
v  76 unta zakatnya adalah 2 unta bintu labun.
v  91 unta zakatnya adalah 2 unta hiqqah.
v  121 unta zakatnya adalah 3 unta bintu labun.
Demikian seterusnya sampai akhir keterangan yang telah di jelaskan di atas.
Pengertian dari pada :
Ø  Unta “Bintu makhadl” adalah unta yang umurnya 1 tahun lebih.
Ø  Unta “Bintu Labun“ adalah unta yang umurnya 2 tahun lebih.
Ø  Unta “Hiqqah” adalah unta yang umurnya 3 tahun lebih.
Ø  Unta “Jaz’ah” adalah unta yang berumur 4 tahun lebih.
Nisab lembu atau sapi
Bila sapi mencapai satu nisab sedangkan nisabnya bagi sapi itu adalah
ü  30 sapi maka wajib zakat berupa 1 anak sapi(pedet)yang berumur 1 tahun lebih.
ü  40 sapi maka wajib zakat berupa 1 sapi musinnah[2] yang berumur 2 tahun lebih.
ü  Jika seseorang mengeluarkan zakat bagi 40 ekor sapi berupa 2 ekor anak lembu maka boleh hukumnya menurut pendapat yang shahih dan berlanjut seterusnya.
ü  Dan berlaku seterusnya seperti nisab 120 ekor sapi 3 ekor anak sapi musinnah atau 4 anak sapi.
Nisab kambing
            Nisab bagi kambing adalah 40 ekor,maka wajib mengeluarkan zakat berupa seekor kambing gembel yang sudah putus giginya atau 2 ekor kambing jawa yang juga sudah putus gignya.

Mushannif berkata bahwa dalam jumlah :
§      121 ekor kambing zakatnya 2 ekor kambing.
§      201 ekor kambing zakatnya 3 ekor kambing.
§      400 ekor kambing zakatnya 4 ekor kambing.
§      Demikian seterusnya setiap penambahan 100 ekor maka nisabnya tambah se-ekor.
Menerangakan tentang bagian zakat bagi orang yang berserikat seperti zakatnya seorang.
Y      Bila pengembalaan kambing dimiliki dua orang yang berserikat seperti hal nya dalam suatu ternak itu ada 80   kambing maka zakatnya 1 ekor kambing saja.
Y      Memberatkan sebagaimana jiak orang tersebut mempunyai bersama 40 ekor kambing maka zakatnya 1 ekor saja.(20 yang satunya dan 20 lagi yang satunya lagi).
Y      Bisa juga meringankan salah satunya dan memberatkan bagi satunya ,yaitu yang satu mempunyai 40 ekor kambing dan yang satu mempunyai 20 kambing ,maka zakatnya 1 ekor saja.[3]
Y      Bisa juga tidak meringankan dan tidak memberatkan,sebagaimana jika keduanya secara bersama memiliki 200 ekor kambing maka zakatnya 2 ekor kambing pen.
Zakat kedua orang tersebut adalah seperti zakatnya 1 orang dengan 7 syarat,yaitu :
1.      Kandang hewannya jadi satu (menurut sebagian keterangan)lafadl “murah”dengan di baca dommah huruf Min adalah mempunyai arti “tempat makannya hewan piaraan di waktu malam”.
2.      Tempat istirahatnya hewan piaraan jadi satu.
3.      orang yang mengembala jadi satu.
4.      Pejantanya jadi satu,maksudnya satu macam hewan.Jika beda macamnya,seperti kambing gembel dengan kambing jawa ,maka boleh masing-masingnya menjadi pejantan.
5.      Minumannya jadi satu seperti meminum air sumber saja atau minum air sungai saja.
6.      dll
2.Syarat-syarat wajib zakat benda yang dihargakan (emas dan perak )itu ada lima ,yaitu :
1)      Islam.
2)      Merdeka.
3)      Milik sempurna.
4)      Sudah mencapai satu nisab.
5)      Sudah mencapai satu nisab.
3. Zakat tanam-tanaman (padi,gabah ,pen)
    Yang dimaksud tanam-tanaman di atas  yaitu makanan pokok seperti gandum dansemacam kacang serta beras.Demikian juga makanan yang member kekuatan (makanan pokok,pen :makanan yang tahan lama)dalam keadaan ikhtiar seoerti jagung dan jagung centel.
Maka mengeluarkan zakad tanam-tanaman dengan tiga syarat ,yaitu :
1.      Biji  tanaman tersebut dari tanaman manusia.Jika tumbuh dengan sendirinya karna berair atau karena udara maka tidak wajib zakat.
2.      Tanaman yang kuat atau tahan lama untuk disimpan kecuali dari benda yang menguatkan seperti bumbu masak, jinten,pakem dll.
3.      Sudah mencapai atau mendapatkan satu nisab,yaitu lima ausuq tanpa ada kulitnya menurut sebagian keterangan ,bahwa makanan itu sudah ada lima ausuq,dengan menggugurkan lafadl “nisab”.
4. Wajib  zakat buah-buahan
Yang dimaksud dengan buah-buahan adalah anggur dan kurma yang keduanya dalam keadaan kering.
Sedangkan syarat-syarat wajib zakat buah-buahan itu ada empat ,yaitu :
1)      Islam.
2)      Merdeka.
3)      Milik sempurna.
4)      Mencapai satu nisab.
Maka apabila satu syarat tidak terpenuhi ,maka gugurlah kewajiban zakat baginya.
5. Wajib zakat harta dagangan
            Harta dagangan yang wajib dizakati adalah benda yang dihargakan(Atsmam).Sedangkan  yang disebut harta dagangan yaitu tukar menukar benda yang bertujuan memperoleh keuntungan.






[1] Karangan محمد االعربي القردي
[2] Musinnah adalah giginya sudah sempurna
[3] Keterangan
Maksudnya ,bahwa jika ada dua orang yang berserikat ,misalnya :Ali mempunyai 40 ekor kambing dan Bakar hanya mempunyai 20 ekor,maka zakat yang wajib dikeluarkan yaitu seekor kambing yakni 2/3 zakatnya Ali dan 1/3 Bakar.inilah yang dikatakan memberatkan salah satu dari dua orang yang berserikat.yaitu berat bagi ali dan ringan bagi  bakar.