Ketika saya masih ta’lim di Darul
Hadist, saya pernah diajak oleh Muallim Dimyati untuk menghadiri peringatan
maulid di Pasuruan, namun saya tidak tahu persis dimana tempatnya. Saya bersama
kawan-kawan santri dan guru saya datang atas undangan dari keluarga besar
KH.Abdul hamid, begitu sampai disana terlihat ribuan jamaah yang datang untuk
mengahadiri peringatan maulid tersebut. Dalam hati kecil ini saya bertanya
siapakah KH.Abdul hamid tersebut ? mengapa begitu banyak jamaah yang datang ?
dan ternyata beliau adalah seorang ulama dan waliyulloh yang sangat di hormati di
Pasuruan. Beliau lahir di Lasem Rembang propinsi Jawa tengah nama lengkapnya
adalah Abdul Hamid bin abdulloh bin Umar basyaiban ba’alawi
d an masih ada nasab dari Rosululloh
SAW, beliau lahir di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah tahun 1333
H Sejak kecil beliau di didik langsung oleh ayahnya hingga usia 15 tahun dan di
masukan ke pondok pesantren Tremas pacitan.Beliau kembali kepasuruan dan
berguru dengan Habib ja’far bin syaikhon Assegaf, disinilah beliau mulai dan
mungkin mengasah diri dengan pancaran ruhhul ilahiyah yang begitu cemerlang. di
Pasuruan ini pula beliau semakin mendekatkan diri pada kalangan ulama dan
habaib kususnya dengan Habib Ja’far assegaf yang merupakan guru utama beliau.
bersama habib ja`far inilah potensi spiritual beliau semakin terasa, hal ini
diakui oleh habib ja`far bahwa dibanding murid yang lain, kyai hamid memiliki
keunggulan tersendiri yang sangat sulit dicapai oleh orang lain. kekaguman dan
kepercayaan habib ja`far diwujudkan dengan dipercayakanya Kyai Hamid untuk
menjadi imam sholat Maghrib dan isya` di kediaman habib ja`far, meski demikian
kyai hamid tetap tidak mengurangi takzim beliau kepada sang guru, begitu
merendahnya kyai hamid dihadapan habib ja`far ibarat penda ditangan pemiliknya,
Pena tidak akan bergerak jika tidak digerakan pemiliknya, demikian juga kyai
hamid keberadaanya seakan hilang dan menyatu dengan habib ja`far. keunggulan
kyai hamid di bidang keilmuan mungkin dapat diungguli oleh orang lain, namun
dua hal menjadi kelebihan tesendiri bagi kyai hamid adalah sifat zuhud dan
tawadhu yang jarang dimiliki oleh orang lain. bahkan ketika habib ja`far wafat
ketika ziaroh ke makam habib ja`far kyai hamid sangking takzimnya dan tawadu
nya tidak berani duduk lurus pada posisi kepala tapi selalu duduk pada posisi
kaki habib ja`far. inilah sifat tawaddhu beliau yang sangat tinggi.
Karomah kewaliaan yang diberikan
Alloh swt kepada beliau sudah tampak ketika beliau masih hidup suatu ketika ada
seseorang meminta nomer togel kepada kyai hamid. oleh kyai hamid diberi dengan
syarat jika dapat uangnya harus dibawa kehadapan kyai hamid. dan oleh orang
tersebut dipasanglah nomer tersebut dan menang. uangnya dibawa kehadapan kyai
hamid. oleh kyai uang tersebut dimasukan ke dalam bejana dan disuruh melihat
apa isinya. dan terlihat isinya darah dan belatung. kyai hamid berkata “tegakah
saudara memberi makan anak istri saudara dengan darah dan belatung?”. orang
tersebut menangis dan pulang kemudian bertobat.
Krosak! Tiba-tiba suara daun terlanggar batu menyeruak keheningan. Sejurus kemudian terdengar lagi suara itu yang kedua dan ketiga kali. “Faisal, hari sudah malam. Waktunya tidur,” terdengar teguran halus dari arah belakang pelempar batu itu. Faisal (bukan nama sebenarnya), santri Salafiyah yang terkenal badung itu tidak menyahut. Ia yakin, itu suara anak santri lain yang ingin menggodanya, dengan meniru suara Kiai Hamid.
Krosak! Tiba-tiba suara daun terlanggar batu menyeruak keheningan. Sejurus kemudian terdengar lagi suara itu yang kedua dan ketiga kali. “Faisal, hari sudah malam. Waktunya tidur,” terdengar teguran halus dari arah belakang pelempar batu itu. Faisal (bukan nama sebenarnya), santri Salafiyah yang terkenal badung itu tidak menyahut. Ia yakin, itu suara anak santri lain yang ingin menggodanya, dengan meniru suara Kiai Hamid.
Faisal memungut batu lagi dan
melempar pohon mangga di depan rumah pengasuh pesantrennya itu. “Faisal, hari
sudah malam, waktunya tidur,” terdengar suara lembut lagi dari arah belakang
anak yang suka melucu itu. Begitu lembut, selembut semilir angin tengah malam.
“Sudahlah, kau tak usah usil. Aku tahu siapa kau,” sergah Faisal sambil
melempar lagi. Lagi-lagi lemparannya luput. Ia semakin tidak sabaran melihat
buah mangga yang ranum itu.
“Faisal, hari sudah malam. Ayo
tidur, tidur.” Suara itu masih halus, tanpa emosi. “Kurang ajar,” umpat Faisal.
Kesabarannya sudah habis. Ini keterlaluan, pikirnya. Dengan geram, ia
menghampiri arah datangnya suara tersebut. Entah apa yang ingin dilakukannya
terhadap orang yang dianggapnya meniru seperti Kiai Hamid itu. Ia tidak dapat
segera mengenali, siapa santri yang berlagak seperti Kiai Hamid di depan rumah
kiai yang sangat disegani itu. Maklum, semua lampu di teras rumah itu sudah
dipadamkan sejak pukul 21.00. Mendadak mukanya pucat ketika jarak dengan orang
tersebut tinggal 1-2 meter.
Tubuhnya bergetar demi mengetahui
orang yang telah diumpatinya tadi benar benar Kiai Hamid. Faisal pun menunduk
segan. “Sudah malam, ya. Sekarang waktunya tidur,” ujar Kiai, Hamid, masih
tetap lembut, namun penuh wibawa. “Inggih (iya),” jawab Faisal pendek, sambil
ngeloyor pergi ke kamarnya. Faisal bukan satu-satunya santri yang suka mencuri
mangga milik kiai.
Cerita seperti itu sudah menjadi
semacam model khas kenakalan santri di pesantren. Faisal juga bukan
satu-satunya anak santri Salafiyah yang merasakan kesabaran Kiai Hamid.
Kesabarannya memang diakui tidak hanya oleh para santri, tapi juga oleh
keluarga dan masyarakat serta umat islam yang pernah mengenalnya. Sangat jarang
ia marah, baik kepada santri maupun kepada anak dan istrinya. Kesabaran Kiai
Hamid di hari tua, khususnya setelah menikah, sebenarnya kontras dengan sifat
kerasnya di masa muda.
pada suatu saat orde baru ingin mengajak
kyai hamid masuk partai pemerintah. kyai hamid menyambut ajakan itu dengan
ramah dan menjamu tamunya dari kalangan birokrat itu. ketika surat persetujuan
masuk partai pemerintah itu disodorkan bersama pulpenya, kyai hamid menerimanya
dan menandatanganinya. anehnya polpennya tak bisa keluar tinta, diganti polpen
lain tetap tak mau keluar tinta. ahirnya kyai hamid berkata “bukan saya lo yang
gak mau, bolpointnya yang gak mau”. itulah kyai hamid dia menolak dengan cara
yang halus dan tetap menghormati siapa saja yang bertamu kerumahnya.
Kiai Hamid mewajibkan para santrinya
shalat berjamaah lima waktu. Sementara jadwal kegiatan pesantren lebih banyak
diisi dengan kegiatan wirid yang hampir memenuhi jam aktif. Semuanya harus
diikuti oleh seluruh santri. Kiai Hamid sendiri, tidak banyak mengajar, kecuali
kepada santri-santri tertentu yang dipilihnya sendiri. Selain itu, khususnya di
masa-masa akhir kehidupannya, ia hanya mengajar seminggu sekali, untuk umum.
Mushalla pesantren dan pelatarannya
setiap Ahad selalu penuh oleh pengunjung untuk mengikuti pengajian selepas
salat subuh ini. Mereka tidak hanya datang dari Pasuruan, tapi juga kota-kota
Malang, Jember, bahkan Banyuwangi, termasuk Walikota Malang waktu itu. Yang
diajarkan adalah kitab Bidayah al-Hidayah karya al-Ghazali. Konon, dalam setiap
pengajian, ia hanya membaca beberapa baris dari kitab itu.
Selebihnya adalah cerita-cerita
tentang ulama-ulama masa lalu sebagai teladan. Tak jarang, air matanya mengucur
deras ketika bercerita. Kiai Hamid memang sosok ulama sufi, pengagum imam
Al-Ghazali dengan kitab-kitabnya lhya ‘Ulummuddin dan Bidayatul Hidayah. Tapi,
corak kesufian Kiai Hamid bukanlah yang menolak dunia sama sekali. Ia, konon,
memang selalu menolak diberi mobil Mercedez, tapi ia mau menumpanginya.
Bangunan rumah dan perabotan-perabotannya cukup baik, meski tidak terkesan
mewah.
Ia suka berpakaian dan bersorban
yang serba putih. Cara berpakaian maupun penampilannya selalu terlihat rapi,
tidak kedodoran. Pilihan pakaian yang dipakai juga tidak bisa dibilang
berkualitas rendah. “Berpakaianlah yang rapi dan baik. Biar saja kamu di sangka
orang kaya. Siapa tahu anggapan itu merupakan doa bagimu,” katanya suatu kali
kepada seorang santrinya. Namun, Kiai Hamid bukanlah orang yang suka mengumbar
nafsu, beliau selalu berusaha melawan nafsu.
suatu kali kiai Hamid berniat untuk
mengekang nafsunya dengan tidak makan nasi (tirakat). Tetapi, istrinya tidak
tahu itu. Kepadanya lalu disuguhkan roti. Untuk menyenangkannya, kiai Hamid
memakan roti itu, tapi tidak semuanya, melainkan kulitnya saja. “O, rupanya dia
suka kulit roti,” pikir istrinya. Esoknya ia membeli roti dalam jumlah yang
cukup besar, lalu menyuguhkan kepada suaminya kulitnya saja. Kiai Hamid
tertawa. “Aku bukan penggemar kulit roti. Kalau aku memakannya kemarin, itu
karena aku bertirakat,” ujarnya.
berkali-kali Kiai Hamid ditawari
mobil Mercedez oleh H. Abdul Hamid, orang kaya di Malang. Tapi, ia selalu
menolaknya dengan halus. Dan untuk tidak membuatnya kecewa, kiai Hamid
mengatakan, ia akan menghubunginya sewaktu-waktu membutuhkan mobil itu. Kiai
Hamid memang selalu berusaha untuk tidak mengecewakan orang lain, suatu sikap
yang terbentuk dari ajaran idkhalus surur (menyenangkan orang lain) seperti
dianjurkan Nabi.
Misalnya, jika bertamu dan sedang berpuasa
sunnah, ia selalu dapat menyembunyikannya kepada tuan rumah, sehingga ia tidak
merasa kecewa. Selain itu, ia selalu mendatangi undangan, di manapun dan oleh
siapapun.
Selain terbentuk oleh ajaran
idkhalus surur, sikap sosial Kiai Hamid terbentuk oleh suatu ajaran (yang
dipahami secara sederhana) mengenai kepedulian sosial islam terhadap kaum
dlu’afa yang diwujudkan dalam bentuk pemberian sedekah.
setiap pergi ke manapun kyai hamid
selalu didatangi oleh umat, yang berduyun duyun meminta doa padanya. bahkan
ketika naik haji ke mekkah pun banyak orang tak dikenal dari berbagai bangsa
yang datang dan berebut mencium tangannya. darimana orang tau tentangd erajat
kyai hamid?mengapa orang selalu datang memuliakanya?konon inilah keistimewaan
beliau, beliau derajatnya ditinggikan oleh Allah SWT.8 rabiul awal 1403.H,
sehari sebelum beliau wafat, bertepatan dengan acara haul ayahanda beliau kyai
abdulloh bin umar, beliau menyempatkan diri ke lasem dan datang ke rumah gede,
tempat dimana beliau dilahirkan. tidak seperti biasanya beliau sholat 2 rakaat
didekat tiang utama lalu memimpin masyarakat sekitar yang datang untuk
bertahlil seperti mengantar jenazah ke kuburan. tanggal 9 rabiul awal 1403,H
atau tanggal 25 december 1985. beliau berpulang ke rahmatulloh, umatpun
menangis, gerak kehidupan di kota pasuruan seakan terhenti, bisu oleh luka yang
dalam, puluhan bahkan ratusan ribu orang membanjiri pasuruan, memenuhi relung
relung masjid agung al anwar dan alun alun serta memadati gang gang dan ruas
jalan didepannya. beliau dimakamkan belakang masjid agung pasuruan.Maka tidak
heran jika ribuan umat selalu menziarahinya setiap waktu mengenang jasa dan
cinta beliau kepada umat, terutama jika ada peringatan maulid dan haul beliau.
Dan itulah karomah kewaliaan beliau ketika sudah meninggal .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar